Dewasa ini kehadiran agama semakin
dituntut agar ikut terlibat secara aktif didalam memecahkan berbagai masalah
yang dihadapi manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang
kesalehan atau berhenti sekedar disampaikan dalam khotbah, melainkan secara
konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan
masalah.
Tuntunan terhadap agama yang demikian itu
dapat dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan
pendekatan teologis normative dilengkapi dengan pemahaman agama yang
menggunakan pendekatan lain, yang secara operasional konseptual, dapat
memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.
Berkenaan dengan pemikiran diatas, maka
pada bab ini pembaca akan di ajak untuk mengkaji berbagai pendekatan yang dapat
digunakan dalam memahami agama. Hal demikian perlu dilakukan, karena melalui
pendekatan tersebut kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh
penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, tidak
mustahil agama menjadi sulit difahami oleh masyarakat, tidaj fungsional, dan
akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada agama lain, dan hal ini
tidak boleh terjadi.
Berbagai pendekatan tersebut meliputi
pendekatan toelogis normative antropologis, sosiologis, psikologis, historis,
kebudayaan, dan pendekatan filosofis. Adapaun yang dimaksud dengan pendekatan
disini adalah cara pandang atau paradigm yang terdapat dalam suatu bidang ilmu
yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini, jalaluddin
rahmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai
paradigm. Reailitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai
dengan kerangka paradigmanya. Karena itu, tidak ada persoalan apakah penelitian
agama itu penelitian ilmu sosial, penelitian legalistic atau penelitian
filosofis.
Untuk lebih jelasnya berbagai pendekatan
tersebut dapat dikamukakan sebagai berikut:
A. Pendekatan Teologis Normatif
Pendekatan teologi normative dalam
memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama
dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan
bahwa wujud empiric dari suatu kegamaan dianggap sebagai yang paling benar
dibandingkan dengan yang lainnya. Amin Abdullah mengatakan, bahwa teologi, sebagai
mana kita ketahui, tidak bisa tidak pasti mengacu pada agama tetentu. Loyalitas
terhadap kelompok sendiri, komitmen, dan dedikasi yang tinngi dan penggunaan
bahasa yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai
pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teoligis.
Dalam islam sendiri, secara tredisional,
dapat dijumpai teologi mu’tazilah, teologi asy’ariyah, dan Maturidiyah. Dan
sebelumnya terdapat pula teologi yang bernama Khawarij dan Murji’ah. Menurut
pengamatan Sayyed Hosein Nasr, dalam era kotemporer ini ada 4 prototipe
pemikiran keagamaan islam, yaitu pemikiran keagamaan fundamentalis, modernis
mesianis, dan tradisionalis. Keempat prototype pemikiran tersebut sudah barang
tentu tidak mudah disatukan dengan begitu saja. Masing-masing mempunyai
keyakinan teologi yang seringkali sulit unutk didamaikan.
Dari pemikiran tersebut, dapat diketahui
bahwa pendekatan teologi dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang
menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing
bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai
yang paling benar sedangkan yang lainnya sebagai salah.
Dari uraian tersebut terlihat bahwa
pendektan teologis dalam memahami agama menggunakan cara berfikir deduktif,
yaitu cara berfikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak
adanya, karena ajaran yang berasal dari tuhan, sudah pasti benar, sehingga
tidak perlu dipertanyakan lebih dahulu melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya
diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi.
Pendekatan teologis ini selanjutnya erat
kaitanya dengan pendekatan normative, yaitu pendekatan yang memandang agama
dari segi ajarannya yang pokok dan yang asli dari tuhan yang didalamnya belum
terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologis ini agama
dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari tuhan, tidak ada kekurangan
sedikitpun dan tampak bersikap ideal.
B. Pendekatan Atropologis
Pendekatan antropologis dalam memahami
agama dapat diartikan bagai slah satu upaya memahami agama dengan cara melihat
wujud praktis keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui
pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang
dihadapi oleh manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya.
Antropologi dalam kaitan ini bagaimana dikatakan oleh Dawan Rahadjo, lebih
mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif.
Melalui pendekatan sntrolpologis
sebagaimana tersebut diatas terlihat dengan jelas hubungan agama dengan
berbagai masalah kehidupan manusia, dan dengan itu pula agama terlihat akrab
dan fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan manusia.
Pendekatan antropologis seperti itu di
perlukan adanya, sebab banyak berbagai hal yang dibicarakan agama hanya bisa
dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan antropologis.
C. Pendekatan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
hidup bersama masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang
menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup
bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan
hidup itu serta pula kepercayaannya, keyakinan yang member sifat tersendiri
kepada cara hidup bersama itu dalam setiap persekutuan hidup manusia.
Dari beberapa peryataan diatas terlihat
bahwa sosiologi adalah Ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat
lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang
paling berkaitan. Dengan ilmu ini fenomena sosila dapat dianalisis dengan
faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta
keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut.
Selanjutnya, sosiologi dapat digunakan
sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti,
karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsial
dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Dalam agama
islam dapat dijumpai peristiwa nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa
jadi penguasa di Mesir. Mengapa dengan melaksanakan tugasnya nabi Musa harus
dibantu oleh Nabi Harun, dan masih banyak lagi contoh yang lain. Beberapa
peristiwa tersebut baru dapat dijawab dan sekaligus dapat ditemukan hikmahnya
dengan bantuan ilmu sosial. Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa tersebut
sulit dijelaskan dan sulit pula dipahami maksudnya. Di sinilah letaknya
sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami ajaran agama.
Dalam bukunya berjudul “Islam
Alternatif”, Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian
agama yang dalam hal ini Islam terhadap masalah sosial dengan mengajukan lima
alas an sebagai berikut:
Pertama, dalam al_qur’an atau kitab-kitab
hadits, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan
muamalah.
Kedua, bahwa ditekankannya masalah
muamalah (sosial) dalam Islam ialahn adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah
bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh
diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan), melainkan dengan
tetap dukerjakan sebagaimana mestinya.
Ketiga, bahwa ibadah yang mengandung segi
kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar dari pada ibadah yang bersifat
perorangan.
Keempat, dalam Islam terdapat ketentuan
bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar
pantangan tertentu, maka kifaratnya (tebusannya) ialah melakukan sesuatu yang
berhubungan dengan masalah sosial.
Kelima, dalam Islam terdapat ajaran bahwa
amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar dari pada
ibadah sunnah.
D. Pendekatan Filosofis
Secara harfiah, kata filsafat berasal
dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Selain
itu filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan
sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Dari definisi tersebut dapat diketahui
bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat atau hikmah
mengenai sesuatu yang berada dibalik objek formanya. Filsafat mencari sesuatu
yang mendasar, asas, dan inti yang terdapat dibalik yang bersifat lahiriyah.
Berfikir secara filosofis tersebut
selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar
hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami
secara seksama. Pendekatan filosofis yang demikian itu sebenarnya sudah banyak
dilakukan oleh para ahli. Kita misalnya membaca buku berjudul “Hikmah
Al-Tasyri’ wa Falsafatuhu” yang ditulis oleh Muhammad Al-Jurjawi. Dalam buku
tersebut AL-Jurjawi berupaya mengungkapkan hikmah yang terdapat dibalik
ajaran-ajaran agama Islam.
Melalui pendekatan filosofis ini,
seseorang tidak akan terjebak pada pengamalan agama yang bersifat formalistic,
yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa,
kosong tanpa arti. Yang mereka dapatkan dari pengamalan agama tersebut hanyalah
pengakuan formalistic.
Islam sebagai agama yang banyak menyuruh
penganutnya
E. PENDEKATAN HISTORIS
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu
yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat,
waktu obyek, latar belakang dan prilaku dan peristiwa tersebut.” Menurut ilmu
ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi,
di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
Pendekatan kesejarahan ini amat
dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi
yang konkrit bahkan berkaitan dengan sosial kemasyarakatan.
Melalui pendekatan ini seseorang diajak
untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu
peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari
konteks historisnya, karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang-orang
yang memahaminya. Seseorang yang ingin memahami alqur’an secara benar misalnya,
yang bersangkutan harus mempelajari sejarah turunnya alQur’an atau
sejarah-sejarah yang mengiringi turunnya alQuran yang selanjutnya disebut
sebagai ilmu asbabul nuzul yang pada intinya berisi sejarah turunnya ayat
alQuran. Dengan ilmu Asbabul nuzul ini seseoarang akan dapat mengetahui hikmah
yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan
ditujukan untuk memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya.
F. PENDEKATAN KEBUDAYAAN
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia,
kebudayaan di artikan sebagai hasil kegiaytan dan penciptaan bathin (akal budi)
manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat; dan berarti pula kegiatan
(usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk menciptakan sesuatu termasuk hasul
kebudayaan.
Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil
daya cipta manusia dengan menggunakan dan kmengerahkan segenap potensi bathin
yang dimilikinya.
Kebuadayaan yang demikian selanjutnya
dapat dipergunakan untuk memahami agama yang terdapat pada tataran empiris atau
agama yang tampil dalam bentuk foramal yang menggejala di amsayarakat. Pengalam
agama yang ada di masyarakat tersebut diproses oleh penganutnya dari sumber
agama, yaitu wahyu melalui penalaran. Kita misalnya membaca kitab fiqih, maka
fiqih yang merupakan pelaksana dari nash al-Qur’an maupun hadits sudah
melibatkan unsur penalaran dan kemampuan unsur manusia. Dengan demikian, agama
menjadi kebudayaan atau membumi di tengah-tengah masyarakat.
G. PENDEKATAN PSIKOLOGI
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang
mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya.
Menurut Zakiyah Darajat perilaku seseorang yang tampak lahiriyah terjadi karena
dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya.
Dalam ajaran agama banyak kita jumpai
istilah-istilah yang menggambarkan sikap bathin seseorang. Misalnya sikap
beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt., sebagai orang yang shaleh, orang yang
berbuat baik, orang yang shadiq (jujur), dan sebagainya. Semua itu adalah
gejala-gejala kejiwaan yang berkaitan dengan agama.
Dalam ilmu jiwa ini seseorang selain akan
mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan seseorang
juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama kedalam jiwa seseorang
sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang
tepat dan cocok untuk menanamkannya.
Dari uraian tersebutkita melihat ternyata
agama dapat dipahami melalui berbagai pendekatan. Dengan pendekatan itu semua
orang akan sampai pada agama. Seseorang teolog, sosiolog, antropolog,
sejarawan, ahli ilmu jiwa, dan budayawan akan sampai pada pemahaman agama yang
benar. Di sini kit melihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan
normative belaka, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan
pendekatan dan kesanggupan yang dimilikinya. Dari keadaan demikian seseorang
akan memiliki kepuasan dari agama karena seluruh persoalan hidupnya mendapat
bimbingan dari agama.
Post a Comment for "Barbagai Pendekatan di dalam memahami Agama"
Jangan lupa tinggalkan komentar anda disini dan gunakan kata-kata yang bijak dalam berkomentar. Dilarang keras memasukkan link aktif dalam komentar, karena itu dianggap SPAM dan akan DIHAPUS.