Assalamu’alaikum Wr. Wb
Makna harfiyah dari kata Riba adalah pertambahan, kelebihan, pertumbuhan atau peningkatan. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Para ulama sepakat bahwa hukumnya riba adalah haram. Sebagaimana firman Allah swt dalam surat Ali Imran ayat 130 yang melarang kita untuk memakan harta riba secara berlipat ganda.
Makna harfiyah dari kata Riba adalah pertambahan, kelebihan, pertumbuhan atau peningkatan. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Para ulama sepakat bahwa hukumnya riba adalah haram. Sebagaimana firman Allah swt dalam surat Ali Imran ayat 130 yang melarang kita untuk memakan harta riba secara berlipat ganda.
Pertanyaan :
Apakah bunga bank termasuk kategori riba?
Dalil-Dalil :
Ada banyak ayat Al-Qur’an yang
menjelaskan tentang keharaman riba, diantaranya:
- Surat Al-Baqarah, ayat 275: Orang-orang yang makan (mengambil) RIBA’ tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan RIBA’, padahal Alloh telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan RIBA’. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil RIBA’), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Alloh. Orang yang kembali (mengambil RIBA’), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
- Surat Ali ‘Imran, ayat 130: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
- Surat Ar-Rum, ayat 39: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.
Pendapat Ulama :
Jumhur (mayoritas/kebanyakan) Ulama’
sepakat bahwa bunga bank adalah riba, oleh karena itulah hukumnya haram.
Pertemuan 150 Ulama’ terkemuka dalam konferensi Penelitian Islam di bulan
Muharram 1385 H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir menyepakati secara aklamasi
bahwa segala keuntungan atas berbagai macam pinjaman semua merupakan praktek
riba yang diharamkan termasuk bunga bank. Berbagai forum ulama internasional
yang juga mengeluarkan fatwa pengharaman bunga bank.
Abu zahrah, Abu ‘ala al-Maududi Abdullah
al-‘Arabi dan Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa bunga bank itu termasuk riba
nasiah yang dilarang oleh Islam. Karena itu umat Islam tidak boleh bermuamalah
dengan bank yang memakai system bunga, kecuali dalam keadaan darurat atau
terpaksa. Bahkan menurut Yusuf Qardhawi tidak mengenal istilah darurat atau
terpaksa, tetapi secara mutlak beliau mengharamkannya. Pendapat ini dikuatkan
oleh Al-Syirbashi, menurutnya bahwa bunga bank yang diperoleh seseorang yang
menyimpan uang di bank termasuk jenis riba, baik sedikit maupun banyak. Namun
yang terpaksa, maka agama itu membolehkan meminjam uang di bank itu dengan
bunga.
Dr. Sayid Thantawi yang berfatwa tentang
bolehnya sertifikat obligasi yang dikeluarkan Bank Nasional Mesir yang secara
total masih menggunakan sistem bunga, dan ahli lain seperti Dr. Ibrahim
Abdullah an-Nashir dalam buku Sikap Syariah Islam terhadap Perbankan
mengatakan, “Perkataan yang benar bahwa tidak mungkin ada kekuatan Islam tanpa
ditopang dengan kekuatan perekonomian, dan tidak ada kekuatan perekonomian
tanpa ditopang perbankan, sedangkan tidak ada perbankan tanpa riba. Ia juga
mengatakan, “Sistem ekonomi perbankan ini memiliki perbedaan yang jelas dengan
amal-amal ribawi yang dilarang Al-Qur’an yang Mulia. Karena bunga bank adalah
muamalah baru, yang hukumnya tidak tunduk terhadap nash-nash yang pasti yang
terdapat dalam Al-Qur’an tentang pengharaman riba
Pendapat A. Hasan, pendiri dan pemimpin
Pesantren Bangil (Persis) berpendapat bahwa bunga bank seperti di negara kita
ini bukan riba yang diharamkan, karena tidak bersifat ganda sebagaimana yang
dinyatakan dalam surat Ali Imran ayat 130.
Menurut musyawarah nasional alim ulama NU
pada 1992 di Lampung, para ulama NU tidak memutus hukum bunga bank haram
mutlak. Memang ada beberapa ulama yang mengharamkan, tetapi ada juga yang
membolehkan karena alasan darurat dan alasan-alasan lain.
Hasil rapat komisi VI dalam Musyawarah
Nasional (Munas) ke-27 Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah di Universitas
Muhammadiyah Malang (UMM) menetapkan, bunga perbankan termasuk riba sehingga
diharamkan.
Analisa :
Larangan al-Qur’an terhadap pengambilan
riba adalah jelas dan pasti. Sepanjang pengetahuan tidak seorang pun
mempermasalahkannya. Tetapi pertentangan yang ditimbulkan adalah mengenai
perbedaan antara riba dan bunga. Salah satu mazhab pemikiran percaya bahwa apa
yang dilarang Islam adalah riba bukan bunga. Sementara suatu mazhab pemikiran
lain merasa bahwa sebenarnya tidak terdapat perbedaan antara riba dan bunga.
Karena itu pertayaan pertama yang harus dijawab adalah apakah ada perbedaan
antara riba dalam al-Qur’an dan bunga dalam dunia kapitalis.
Menurut para ulama fiqih, riba dibagi
menjadi 4 (empat) macam:
- Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak sama timbangannya atau takarannya yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan. Contoh: tukar menukar dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras, gandum dan sebagainya.
- Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan bagi orang yang meminjami/mempiutangi. Contoh : Andi meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Budi. Budi mengharuskan Andi mengembalikan hutangnya kepada Budi sebesar Rp. 30.000. maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.
- Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat sebelum timbang diterima. Maksudnya: orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelumnya ia menerima barang tersebut dari sipenjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak boleh, sebab jual-beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama.
- Riba Nasi’ah, yaitu tukar menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis yang pembayarannya disyaratkan lebih, dengan diakhiri/dilambatkan oleh yang meminjam. Contoh : Rusminah membeli cincin seberat 10 Gram. Oleh penjualnya disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cincin emas seberat 12 gram, dan jika terlambat satu tahun lagi, maka tambah 2 gram lagi menjadi 14 gram dan seterusnya.
Demikian penjelasan tentang hukum menerima bunga bank dalam agama islam, semoga bermanfaat.
Wassalam.
bingung juga tuh,soalnya kalau diterapkan perekonomian sangatlah cepat berputar,
ReplyDeletependapat saya siapa yang pinjanm atau simpan kalau lah tak memberatkan secara logika mungkin boleh...
contoh pinjam uang 1 jt,kembalikan 1100rb masih wajarkan...